Penunggu Rumah Tua

 


Karya : Ratu Syahira

Ibra berusia tujuh tahun, ketika ibunya mengalami sakit perut yang begitu menyakitkan, bergegas saja Ayahnya Ibra membawanya ke seorang dukun yang masih satu desa, namun dukun itu tak bisa berbuat banyak.

            “Untuk sakit yang seperti ini saya tidak bisa menyembuhkan, tapi guru saya pasti bisa, ilmu dia lebih tinggi daripada saya!”

            “Dimana alamatnya Mbah?” tanya Ayahnya Ibra

            “Desa Grendenk, tanyakan saja Mbah Jarwo!”

         Tanpa pikir panjang Ayahnya Ibra langsung membawa istrinya ke desa tersebut. Desa yang terpencil, yang hanya bisa dituju dengan menggunakan sepeda motor yang melaju di jalan setapak di pinggiran hutan. Sebenarnya desa tersebut tidaklah jauh dari tempat tinggal Ibra, namun karena tidak adanya akses jalan raya, membuat jarak tempuh terasa jauh.

            Dan ternyata, tidak terlalu sulit mencari rumah Mbah Jarwo, sekali bertanya, langsung diarahkan dengan tepat, pada rumah besar yang dikelilingi pohon-pohon besar, dindingnya sebagian terkelupas dan catnya pun sudah pudar. Di sudut rumah ada seekor anjing terdiam sambil menjulurkan lidah dan matanya menyorot tajam pada orang yang baru saja datang.

         Setelah mengucap salam, Ayah dan Ibu Ibra disambut seorang lelaki bungkuk, dia langsung mengajak masuk ke dalam, menuju ruangan Mbah Jarwo. Ruangan Mbah Jarwo ada di belakang, melintasi halaman yang ada di tengah rumah, di halaman itu ada altar untuk pemujaan arwah dan sebuah kursi yang sangat besar. Saat melintasi halaman itu tercium aroma dupa yang begitu menyengat.

            Mbah Jarwo sedang duduk bersila, di hadapannya parukuyan mengelun asap dari kemenyan yang di bakar, aromanya memenuhi ruang. Ayah dan Ibu Ibra duduk bersila dihadapan Mbah Jarwo dan laki-laki bungkuk yang tadi mengantarkan pergi entah kemana.

           “Ada apa dengan perutmu, rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum kan!” ungkap Mbah Jarwo dengan suara berat dan serak.

            Ayah dan Ibu Ibra saling menatap, mereka tak menyangka Mbah Jarwo sudah tahu apa yang dialami ibunya Ibra. “Iya Mbah!” jawab mereka serempak.

            “Itu guna-guna! Seseorang ingin kamu celaka bahkan ingin kamu mati!” lajut Mbah Jarwo dengan mata mendelik.

            “Tolong saya Mbah!” suara Ibu Ibra terdengar gemetar.

            “Iya Mbah tolong!” timpal Ayah Ibra,”Siapa yang berbuat jahat pada kami Mbah?” lanjutnya.

            Mbah Jarwo terdiam sambil mengusap-usap jenggotnya, “Saya tidak kenal siapa dia, tapi saya kenal jin yang disuruh menaruh jarum diperutmu, dia berasal dari laut selatan, dia memang jin spesialis pengantar barang!” Mbah Jarwo tertawa hingga pundaknya berguncang.

            “Tapi tenang biar Mbah usir dia, itu soal mudah buat Mbah!” Mbah Jarwo mengambil gelas yang sudah diisi air di hadapannya. Lalu mulutnya komat-kamit merapalkan mantra.

            Seketika suasana terasa mencekam membuat bergidik Ayah dan Ibu Ibra, mereka hanya bisa berpegangan tangan untuk saling menguatkan. Suara lolongan anjing terdengar disusul jeritan yang terdengar menyanyat, lalu menjauh dan menghilang.

            “Minumlah air ini!” ujar Mbah Jarwo sambil menyodorkannya ke Ibu Ibra.

          Tanpa ragu-ragu Ibu Ibra pun meminumnya, dia merasakan air itu begitu hangat mengalir ke seluruh tubuhnya dan perlahan rasa sakit di perut seketika lenyap.

            “Sakitnya sudah hilang Mbah!”

            Mbah Jarwo tersenyum sambil mengusap-usap jenggotnya,”Nanti selang beberapa hari lagi, kamu harus datang kemari lagi, biar saya pastikan jin itu tak lagi berbuat ulah!”

            Ayah dan Ibu Ibra pun mengiyakan, lalu mereka pun berpamitan setelah sebelumnya meninggalkan amplop berisi uang, yang membuat Mbah Jarwo tersenyum senang.

                                                                       *****

            Pada waktu yang sudah dijanjikan Ayah dan Ibu Ibra datang lagi ke rumah Mbah Jarwo. Mbah Jarwo duduk di tengah altar. Di sekelilingnya, berbagai benda mistis seperti batu-batu bertuah, keris pusaka, dan dupa harum memenuhi ruangan. Suasana terasa begitu dingin dan mencekam. Ayah dan Ibu Ibra pun di minta duduk di atas altar.

  Mbah Jarwo memejamkan matanya dan memusatkan pikirannya. Dia mulai menyelaraskan dirinya dengan energi alam dan memanggil kekuatan-kekuatan gaib yang ada di sekitarnya. Nada suaranya terdengar tenang, tetapi penuh kekuatan. Lalu dalam keheningan yang mendalam, Mbah Jarwo mulai merapalkan mantra dengan cepat. Suara rapalannya mengalun dengan ritme yang khas, memenuhi ruangan dengan getaran yang membuat bulu kuduk meremang. Kemudian setelah mantra selesai dirapalkan, Mbah Jarwo menatap tajam Ibunya Ibra.

“Kamu masih terus diikutin oleh jin itu, buat ngambil nyawamu! Jadi nanti setiap malam jum’at kamu harus datang ke sini, untuk mandi kembang. Sampai makhluk jin itu menghilang!”

Ibu dan Ayah Ibra hanya manggut-manggut menyanggupi, karena memang tidak ada pilihan lain selain mengiyakan. Kemudian Mbah Jarwo menyuruhnya untuk mandi kembang untuk yang pertama kali. Ibunya Ibra pun meski dengan rasa takut dia melakoni ritual itu, diantar suaminya, mandi kembang di sumur yang ada di belakang rumah, sumur itu terlihat tua dan dari dalamnya yang gelap, sesekai terdengar suara tawa cekikikan.

****

            Ayah dan Ibu Ibra tersentak, saat terdengar suara Ibra minta tolong, mereka bergegas menuju kamar Ibra. Setiba di kamar mereka melihat Ibra nampak kaku dan tangannya bersedakep.

            “Kamu kenapa Ibraaa!” seru Ibunya

            “Ibra jadi pocong Bu!”

            “Kamu jangan bercanda Ibra!” timpal ayahnya.

            “Ini tubuh Ibra kaku Yah, nggak bisa digerakan! Ibra sedang jadi pocong!”

            “Ayo buruan kita bawa ke Mbah Jarwo!”

            “Jangan Bu, dia yang bikin Ibra begini, rumahnya itu rumah setan Bu!”

            “Ya sudah, kita minta tolong guru gaji kamu saja, Ustad Malik!”

            Kemudian bergegaslah Ayahnya Ibra dengan setengah berlari menuju pintu depan, kebetulan rumahnya Ustad Malik hanya terhalang beberapa rumah. Sementara Ibunya Ibra duduk di samping Ibra sambil membaca do.a sebisanya.

            Tidak lama kemudian sudah kembali terdengar langkah kaki mendekat, Ayah Ibra dan Ustad Malik terlihat di muka pintu kamar. Ustad Malik langsung mendekati Ibra, berdiri di sampingnya dan membacakan do’a, lalu beberapa kali tangannya mengusap muka Ibra dan Ibra pun perlahan bisa menggerakan tangannya, kemudian dia bangkit dan duduk.

            “Janganlah diikuti ajakan orang-orang musyrik, itu bisa bikin celaka kita di dunia juga di akhirat!” ungkap Pak Ustad.

            “Tapi saya bisa disembuhkan oleh Mbah Jarwo Pak Ustad!”

            “Kalau ingin tahu siapa dia, sekarang kita ke sana, mumpung belum sore!”

            Ayah Ibra pun menyanggupi, sementara Ibra ditemani oleh Ibunya.

****

            Setiba di rumah Mbah Jarwo, ayahnya Ibra begitu kaget, melihat rumah Mbah Jarwo terlihat sudah rusak, di halaman rumputnya pun tumbuh liar, seperti rumah ini tak di huni puluhan tahun lamanya. Meski takut namun ayahnya Ibra tetap diajak Pak Ustad tetap memasuki rumah, mereka berjalan perlahan menelusuri rumah yang sudah dipenuhi rumput dan pohon-pohon liar. Ketika tiba di alatar tempat pemujaan, ayah Ibra terlihat begitu ketakutan, dia melihat di atas altar itu terbaring pocong merah dan di hadapannya duduk bersila sesosok makhluk besar dengan bentuk mengerikan. Pak Ustad pun membimbing ayah Ibra untuk berdo’a dan mengajaknya kembali keluar dari rumah itu.

                                                   

Ratu Syahira. Siswi kelas V SDIT Al Jihad, Pedes, Karawang

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah memberikan komentar

Diberdayakan oleh Blogger.