Pintu Rahasia

 

Kamar Rahasia
ilustrasi by dream.ai

Cerpen Wahyu Arshaka

Loteng itu selalu tertutup rapat, pintunya dikunci dan tak ada jendela sama sekali. Tangganya pun terletak tersembunyi, ada di dalam gudang yang penuh dengan barang-barang bekas yang tidak boleh dijual apalagi dibuang. Barang-barang itu berupa kaleng bekas cat, bekas oli, sepeda bekas, sepatu bekas, sandal bekas hingga baju bekas. Semuanya itu ditimbun oleh  Badun, baginya itu semua adalah tabungan yang bisa dijual kalau seandainya nanti dia jatuh miskin kembali.

Tangga menuju loteng itu terbuat dari kayu yang bila diinjak terdengar berdenyit. Jaroh, istrinya Badrun yang punya hak memasuki kamar itu, dia akan mengenakan kebaya merah dengan bawahan kain sarung batik yang juga berwarna merah, sedangkan kain kerudungnya berwarna hijau, menutupi bagian atas rambutnya yang dibiarkan tergerai sampai pundak. Dia memasuki kamar itu pada malam-malam tertentu dengan membawa baskom ditutup kain putih. Biasanya pada malam di saat bulan sedang purnama.

Kamar itu dirahasiakan, dari luar pun tak nampak terlihat karena terletak di bawah atap. Hanya Badrun dan keluarganya yang tahu, dua anaknya, Nela dan Bara tak pernah ambil pusing dengan keberadaan kamar itu dan apa yang dilakukan ibunya di sana. Mereka sudah sangat bahagia menikmati kekayaan orang tuanya yang melimpah dan nggak peduli sama omongan tetangga kalau bapaknya melakukan pesugihan.

Nela dan Bara, mereka memang merasakan kemiskinan yang dialami kedua orang tuanya, mereka dilahirkan dan besar saat kondisi ekonomi orang tuanya masih dalam keadaan susah. Badrun bekerja sebagai kuli angkut di pabrik penggilingan padi Haji Saleh dan Jaroh bekerja sebagai tukang cuci baju. Rumah yang mereka miliki pun berdinding bilik dan beralaskan tanah. Tak jarang kemiskinan memaksa mereka hanya makan sehari satu kali.

Tapi kala Badrun memiliki kamar rahasia dan Jaroh memasukinya dengan mengenakan kebaya. Kondisi ekonominya perlahan membaik. Saat itu kamar rahasia masih ada di bawah, dibuat di dapur dengan ukuran kecil. Perubahan ekonomi terjadi disaat  Badrun mulanya berjualan bubur di perapatan desa dekat puskesmas. Tak disangka banyak orang, buburnya laris manis. Dari sinilah kecurigaan orang-orang tentang pesugihan itu berawal, sampai Badrun melebarkan usahanya membuka toko hingga memiliki pabrik beras, tuduhan itu seakan menemukan pembenarannya.

Nela dan Bara nurut saja apa yang diminta kedua orang tuanya untuk tidak banyak bertanya apalagi memasuki kamar rahasia itu. Mereka percaya kalau kamar itu merupakan sumber keberuntungan keluarga dan memasukinya bakalan membuat kehidupannya kembali kepada kemiskinan, dan hidup terhina sebagai orang miskin baginya lebih menyakitkan dari pada tuduhan pesugihan, toh tuduhan pesugihan itu nyatanya akan jadi gosip saja yang sulit dibuktikan kebenarannya. Hingga pada akhirnya orang lebih melihat harta, nggak peduli dari mana asalnya. Dengan melihat harta, terbukti Bara dengan mudah bisa menyunting putri Haji Saleh dan Nela disunting anaknya Pak Zohiri, seorang kepala sekolah madrasah.

Tapi tidak dengan Dulsan, anak bungsu Badrun dan Jaroh yang terlahir dalam kondisi sudah mapan. Semenjak memasuki usia remaja dia selalu ingin tahu dari tentang kamar itu, meski sudah berulang kali dilarang oleh orang tuanya. Tapi larangan itu semakin membuatnya makin penasaran. Dulu Badrun sering menakutinya kalau di loteng itu ada hantunya, ibunya pergi ke sana untuk memberinya makan, karena kalau tidak, hantu itu akan turun dan memakannya. Kala itu Dulsan masih kecil, dia percaya saja apa yang dikatakan Badrun. Tapi kini saat usianya beranjak remaja, dia mulai ragu akan keberadaan hantu itu, dia menduga bukan hantu yang berada di sana. Maka dia pun pernah mencoba mengintip, mencari tahu apa yang sebenarnya tersimpan dalam kamar rahasia itu. Ternyata hanya ada sebuah ranjang besi dengan berselimutkan kelambu, lantas apa yang dilihatnya itu justru melahirkan pertanyaan baru.

            “Apa yang dilakukan Ibu di ranjang itu dengan mengenakan kebaya?”

            “Ranjang itu tempat tidur hantu Dulsan, Ibu ke sana memberinya makan agar dia tidak kelaparan dan memakan kita!” ujar Jaroh dengan nada cemas.

            “Mana ada hantu bisa memakan manusia, manusia itu kan lebih pintar dari hantu!”

            “Apapun pendapat kamu, jangan sekali-kali memasuki kamar itu. Itu sangat berbahaya! Kita bisa jatuh miskin dan bapakmu bisa dimakan hantu itu!”

            “Jadi tuduhan orang-orang kalau bapak melakukan pesugihan itu benar!”

            “Bukan pesugihan, ibu dan bapak ini kan sekolah dasar saja tidak tamat, tidak ngerti bagaimana berjualan agar laku menggunakan ilmu sekolahan. Ini biasa digunakan para pedagang, menggunakan cara-cara yang didapatnya dari dukun-dukun, ini hanya cara yang bisa dilakukan orang yang nggak sekolah untuk bisa melawan usahanya orang-orang yang karyawannya saja anak sekolahan semua!”

            “Tapi itu sama saja bersekutu dengan iblis ibu!”

            “Dulsan! Di negeri ini banyak orang menjadi kaya dengan cara-cara iblis, pejabat, politisi mereka juga banyak yang pergi ke dukun untuk dapat jabatan. Koruptor, orang-orang el es em yang suka malakin pabrik-pabrik itu juga cara iblis. Apa pun katamu, yang bapak-ibu lakukan untuk kamu juga, biarlah resiko ini kami yang tanggung. Makanya kamu di sekolahkan biar bisa kaya dengan cara mengunakan akal!” suara Jaroh terdengar gemetar.

            Dulsan hanya bisa diam, raut mukanya masih terlihat menyimpan kekesalan. Tapi dia memilih untuk pergi dan memasuki kamarnya dan Jaroh menatapnya dengan mata membelalak dan rahang mengeras.

****

Sebenarnya Dulsan sudah berusaha untuk tidak peduli tentang keberadaan kamar itu, seperti malam ini. Malam di kala bulan menampakan dirinya secara utuh dengan pendar cahayanya yang sempurna. Dia tahu malam seperti ini adalah jadwal Jaroh, ibunya memasuki kamar yang ada di loteng dengan mengenakan kebaya merah, sedangkan Badrun, bapaknya akan menunggu di kamar, sebagaimana dia yang harus berdiam diri dalam kamar sampai ritual yang dilakukan ibunya selesai.

Dulsan pun memilih rebahan di kamarnya sambil bermain game di ponselnya. Suasana sangat sepi, hanya sesekali terdengar gesekan daun-daun yang disapu angin. Namun tiba-tiba dia mendengar suara desahan, dia pun matikan ponselnya agar bisa menangkap suara itu dengan sempurna, meski samar suara desahan itu terdengar lagi. Tidak hanya ada satu suara, ternyata ada suara desahan lain yang terdengar serak dan kasar, kemudian terdengar juga suara lolongan anjing.

Meski rasa takut sudah membuat jantungnya berdetak cepat, tapi Dulsan berusaha mencari tahu sumber suara itu. Maka dengan langkah lambat dia pun keluar kamarnya, melangkah pelan menuju ruang belakang. Semakin kebelakang suara itu semakin jelas terdengar, hingga dia berhenti di depan pintu gudang. Pelan dia tekan daun pintu dan didorongnya, dan suara itu langsung terdengar keras, suara desahan, rintihan, erangan timpal menimpal membangunkan bulu kuduk.

Ternyata suara itu dari loteng tempat ibunya melakukan ritual. Dulsan pun gamang, dia ingat pesan orang tuanya agar tidak memasuki kamar itu. Tapi dia mendengar suara lain yang terdengar serak dan kasar, suara seorang laki-laki. Hal ini membuat kecurigaannya selama ini menemukan jawabannya, ternyata yang ada dalam loteng ini bukanlah hantu tapi seseorang yang disusupkan ibunya untuk berselingkuh.

Dulsan pun melangkah menaiki tangga kayu yang dibuat seadanya. Setelah sampai di atas dengan sekuat tenaga dia pun berusaha membuka pintu yang dikunci dengan mendorongkan badannya. Hingga dalam dorongan yang  ke tiga pintu berhasil dia buka. Namun ketika melihat ke arah ranjang, tubuhnya langsung gemetar dan mulutnya tak berhasil mengeluarkan suara, hanya bisa menganga dengan mata melotot dan keringat menderas membasahi tubuhnya. Dulsan melihat ibunya sedang bergumul dengan mahluk hitam berbulu dengan tanduk nongol dari atas jidatnya.

Mahluk itu langsung bangkit dan menatap Dulsan dengan penuh amarah, matanya merah, di moncongnya terlihat taring yang melintasi dagunya. Dia berjalan mendekati Dulsan, denga deru napasnya terdengar cepat dan kasar. Setelah dekat mahluk mengayunkan tangannya, hendak merobek Dulsan dan kuku-kukunya yang tajam.

“Hentikan! Dia anakmu!” teriak Jaroh dengan keras.

Mahluk itu terdiam dan menatap nyalang Dulsan, lantas mundur beberapa langkah dan tertegun sejenak, lalu tubuhnya oleng dan ambruk. Dia tak bergerak, deru napasnya pun tak lagi terdengar, lalu wujudnya berubah menjadi Badrun.

*****

Setelah Badrun meninggal, semua usaha yang dimilikinya satu persatu bangkrut. Hingga Dulsan harus menjual seluruh barang bekas yang ada di gudang. Sedangkan Jaroh terlihat lebih tua dari usianya, dia nampak renta tapi matanya  nampak liar. Dia tak ingin bertemu dengan siapapun, dia memilih berdiam di loteng, sendiri dalam kegelapan. Kini dari loteng itu kadang terdengar tangisan menyayat, suara tawa cekikikan dan kadang suara desahan.

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah memberikan komentar

Diberdayakan oleh Blogger.