Sekolah Berhantu
Karya : Sen Shaka
“Anak-anak untuk pertemuan pertama ini, Ibu akan membahas tentang partikel.”
Aku terdiam sesaat, menyapu pandang seisi kelas. Semua tatapan anak-anak menjurus kearahku, menunggu ucapanku lebih lanjut. Namun ada satu orang siswi yang duduk sendiri di belakang, dia hanya menunduk sambil mencoret-coret bukunya. Tidak begitu jelas raut mukanya, karena rambutnya yang panjang menutup penuh wajahnya.
Aku langsung melangkah mendekatinya, terdiam sesaat sambil melihat apa yang sedang di tulisnya. ”AKU BENCI AYAH!!”. Sebuah tulisan besar hampir memenuhi halaman kertas. Tulisan itu lantas di coret-coret dengan penuh amarah, hingga kertasnya robek.
“Kamu kenapa?”
Dia menghentikan aksi coret-coretnya. Perlahan mengangkat mukanya, terlihat sembab matanya dan pucat pasi wajahnya. Dia menatapku dengan nyalang, aku lihat bara dendam terlihat dari sorotnya. Lantas dengan gerakan cepat ditusukan pulpen yang digenggamnya tepat ke dadaku, crep, zrepp!
Aku langsung mengerang kesakitan. Tapi itu tak membuatnya iba, malahan membuatnya semakin murka. Bertubi-tubi pulpen itu ia tancapkan ke tubuhku, hingga darah mengucur deras dan aku terkapar bersimbah darah. Dan untuk yang terakhir pulpen itu diarahkan ke mataku.
“Crekkkkzzz!!!”
“Aaaaaaggggghhhhhhhh………!!”
Aku terjaga, kuraba mataku ternyata masih utuh, kuraba badanku, tak ada darah yang menderas. Mimpi buruk yang menyeramkan, sampai rasa takutnya masih terasa menghujam.
*****
Mimpi buruk itu masih membayang di pikiranku. Aku cemas itu pertanda buruk akan terjadi sesuatu dihari pertama aku mengajar di sekolah yang ada di Rawamangun ini. Walaupun aku termasuk orang yang dapat melihat mahluk-mahluk gaib, tapi kalau mereka menyerang, aku tak memiliki kemampuan untuk melawan.
Dengan rasa was-was aku masuki kelas. Untuk pertemuan pertama ini aku akan membahas soal partikel, sebagaimana yang aku alami dalam mimpi. Aku sapu pandang seisi ruangan, semua bangku terisi. Tak terlihat ada yang duduk sendiri. Kupastikan kembali semuanya agar aku merasa lega. Ya mahluk itu tak terlihat.
“Anak-anak untuk pertemuan pertama ini Ibu akan membahas partikel.”
Aku terdiam sesaat, kembali menyapu pandang seisi kelas. Anak-anak terlihat memperhatikanku, menunggu ucapanku lebih lanjut. Ketika hendak melanjutkan pembicaraan, aku mendadak tersentak. ASTAGAAA, ada yang tiba-tiba berdiri di sudut belakang.
Dia berdiri mematung sambil menunduk, mengenakan seragam putih abu-abu. Terlihat ada bercak darah yang masih basah di baju putihnya. Aku lihat tangannya tak menggenggam pulpen, setidaknya itu membuatku sedikit tenang. Sesaat aku terdiam, memastikan apa yang akan dilakukannya. Ternyata dia hanya terdiam saja seperti semula.
“Oke anak-anak, sebelum memulai pelajaran, kita perkenalan dulu. Nama Ibu Ismayah……………”
Setelah memperkenalkan diri, kemudian giliran anak-anak kuminta memperkenalkan dirinya, dimulai dari paling depan sebelah kanan. Satu persatu mereka memperkenalkan dirinya dan aku memperhatikannya sambil mengingat wajah dan namanya. Sampai semua selesai hingga ke bagian pojok belakang. Aku kemudian kembali melanjutkan materi pelajaran. Akan tetapi baru saja mulai, kembali terdengar ada yang menyebutkan nama.
“Nama saya Maya Zahira,” suaranya terdengar pelan.
Aku tertegun sambil mencari sumber suara.
“Saya Maya Zahira,” mahluk itu mengangkat tangannya dengan pelan namun wajahnya masih saja tertunduk.
Aku tertegun sesaat, setelah memastikan mahluk itu kembali terdiam, pembahasan materi partikel pun dilanjutkan. Sampai jam usai, mahluk itu hanya diam tertunduk. Aku merasa lega, apa yang dialami dalam mimpi buruk semalam sama sekali tak terbukti. Ternyata dia sama saja seperti hantu-hantu lainnya yang bisa aku lihat, hanya sekedar menampakan diri.
*****
Tapi aku merasa penasaran juga, ingin tahu kenapa dia berdiam di sekolah ini. Dari cerita-cerita yang aku dapatkan tak ada satu pun yang menceritakan kehadiran sosoknya. Hanya ada cerita di lapangan basket depan. Bila anak-anak basket latihan dan lupa matikan lampu, besoknya otomatis lampu sudah ada yang matikan, hemm baik juga tuh hantu.
Ada juga cerita soal kepala yang melayang-layang di dekat lab biologi belakang. Terus ada juga cerita lukisan di gedung baru yang kadang-kadang bergerak-gerak sendiri. Ada juga pohon di area lapangan bola yang nggak ditebang, katanya pohon itu angker. Serta ada juga kisah pohon kamboja yang nggak pernah ditebang, tapi setelah ditebang ada wakil kepala sekolah SMP yang meninggal besok harinya.
Lantas siapakah hantu perempuan berseragam putih abu-abu yang mengikutiku. Ya dia sepertinya sengaja mengikutiku. Tidak hanya muncul di dalam kelas saat aku mengajar. Akan tetapi dia muncul juga di ruangan guru, perpustakaan bahkan mengikutiku hingga ke toilet. Dia hanya terdiam sambil terus-terusan menunduk.
Seperti pagi itu, aku sengaja datang lebih awal. Masuk ke dalam kelas dimana aku mengajar pada jam pertama. Aku duduk termangu sambil menunggu anak-anak berdatangan. Seperti yang kuduga, hantu itu muncul juga. Dia duduk di deretan belakang sambil tertunduk.
Sesaat kubiarkan saja ia terdiam seperti biasa, lantas perlahan aku melangkah mendekatinya, terdiam sesaat memastikan dia tak memegang pulpen.
“Kamu siapa?”
Dia masih diam
“Kenapa terus mengikutiku?”
Perlahan mengangkat wajahnya, terlihat wajahnya yang pucat, lingkaran hitam di bola matanya dan darah mengalir dari keningnya. Aku berusaha mengumpulkan keberanian, walau detak jantung tak bisa kubuat tenang.
“Kamu murid disini?”
Secepat kilat dia mencengram pergelangan tanganku dengan kuat, kurasakan tangannya dingin menyengat. Aku berusaha meronta sekuat tenaga. Dia langsung bangkit dari duduknya dan beralih mencengkram leherku.
“Aku akan membunuhmu, Ibumu wanita jalang, perebut suami orang!” ucapnya dengan geram. Kalimat itu dia ulang-ulang sambil terus mencengkram.
Aku terus meronta berusaha melepaskan diri. “Aaaaagggghhhhhhh!!” jeritku sambil berusaha mendorongnya sekuat tenaga. Cengkramannya pun terlepas dan dengan cepat aku langsung bergegas lari keluar.
Dengan napas terengah-engah, aku berjalan cepat menelusuri lorong kelas. Kuputuskan untuk berdiam dulu di perpustakaan. Biasanya perpustakaan sudah buka di jam sepagi ini. Benar saja sudah terlihat Pak Zulkhaidir, staf perpustakaan yang sudah datang.
Melihat kedatanganku Pak Zulkhaidir hanya terlihat heran, “Wah nggak seperti biasanya nih pagi-pagi sudah mampir ke sini, ada perlu sama saya bu?” ujarnya.
“Ah nggak Pak, kebetulan di kantor masih sepi,” aku memberi alasan.
Pak Zulkhaidir pun tak bertanya lebih lanjut, dia kembali merapikan buku-buku yang sudah dikembalikan ke raknya dan aku duduk terdiam sambil menenangkan diri. Tiba-tiba aku tertarik membuka buku arsip yang tergeletak di hadapanku. Arsip anggota perpustakaan tahun 1998, lama sekali. Pada tahun itu aku masih SD rasanya.
Satu-persatu foto jadul itu aku amati, ada beberapa orang yang kini dikenal publik sebagai pejabat ataupun dosen. Pada halaman terakhir, ada foto yang membuatku tersentak. Foto seorang siswi dengan paras cantik dan rambut poninya. Di bawahnya tertulis nama Maya Zahira.
Cukup lama juga aku tertegun memperhatikan foto ini. Ya wajahnya mirip sekali dengan hantu yang mengikutiku.
“Ada apa Bu?” tanya Pak Zulkhaidir, mengejutkanku.
“Ohhhh, Bapak kenal sama foto ini?” tanyaku sambil menunjukan.
Pak Zulkhaidir mengamati dengan seksama, sepertinya sedang berusaha mengingat. Kemudian menatapku dengan heran, “Iya saya ingat, dia dulu sekolah disini, anak yang baik. Memangnya kenapa Bu?”
“Nggak apa-apa, sepertinya saya mengenalnya. Sekarang dia masih ada?”
Pak Zulkhaidir termenung sambil menghela napas dalam,”Saya dengar dia sudah meninggal, bunuh diri. Padahal saat itu dia sudah jadi mahasiswa, anaknya baik, cerdas. Tapi entah kenapa begitu tragis hidupnya.”
“Malang sekali,” gumamku.
“Ah, Ibu dapat dari mana buku itu?”
“Tadi saya lihat tergeletak di sini Pak.”
“Aneh sekali, padahal arsip itu sudah saya simpan rapi di kardus.”
Aku langsung tersentak, aku yakin dia yang menaruhnya di sini. Benar saja Maya Zahira sudah ada di ruangan ini. Dia duduk tertunduk di bangku pojok yang terlihat gelap.
****
Ketika waktu ashar, aku sudah tiba di rumah. Aku lihat Ibu duduk termangu di kursi yang menghadap jendela. Tatapannya kosong seperti ada beban yang menghimpit pikirannya. Sebagaimana aku yang terhimpit persoalan dengan hantunya Maya Zahira.
Entah apa maksudnya Maya Zahira menyebut Ibu seorang wanita jalang, perebut suami orang. Setahuku Ibu seorang wanita yang baik, lembut dan bijaksana. Ingin rasanya aku bertanya pada Ibu, tapi niat itu aku urungkan. Tidak tega rasanya ikut membebani pikiran Ibu yang sudah senja usianya.
Aku tak ingin terhasut oleh hantu Maya Zahira, bisa saja itu sebuah hasutan agar aku durhaka kepada Ibuku. Ibu yang mulia di mataku, yang sudah membesarkanku dengan cinta dan kasih sayang yang melimpah.
“Isma, Isma, kesini sebentar!” terdengar suara lembut Ibu.
Aku bergegas menghampiri, “Ada apa Bu?”
“Duduklah sini, Ibu mau bicara!”
Aku pun duduk didekatnya. Terdengar Ibu menghela napas dalam, seakan ingin menyampaikan sesuatu yang berat.
“Maya Zahira menemuimu?”
Aku langsung tersentak, bagaimana Ibu bisa menerka dengan tepat, “Bagaimana Ibu bisa tahu?” tanyaku pelan.
“Dia juga menemui Ibu!”
Aku hanya terdiam tidak percaya. Lantas Ibu menceritakan sesuatu yang sungguh mengejutkan, sesuatu yang sudah dikuburnya dalam-dalam. Tentang Ayah, Ayah dalam kenanganku seorang yang baik, ternyata sebelum menikah dengan Ibu pernah menikah dengan wanita lain.
Kala itu Ibu bekerja di tempat yang sama dengan Ayah. Dan saat itulah benih-benih cinta mulai bersemi, walaupun Ayah sudah menikah dan memiliki seorang anak. Tapi demi mendapatkan Ibu, Ayah rela meninggalkan istri dan anaknya, yang bernama Maya Zahira.
Mendengar itu, aku merasa terpukul. Tidak mengerti harus bersikap bagaimana. Ibu terus terisak menyesali semuanya dan memohon maaf padaku. Aku hanya bisa memeluknya dan bagiku Ibu tetaplah seorang Ibu yang baik dan lembut. Seburuk apapun Ibu dimasa lalu, bukankah setelah menjadi Ibu, dia telah menjadi seorang Ibu yang penuh kebaikan. Apalagi setelah Ayah meninggal. Ibulah yang membesarkanku seorang diri.
Tapi entah bagaimana dengan Maya Zahira!!
******
Pagi kembali aku sudah berada di sekolah, diam termangu di ruang kelas. Aku menunggu Maya Zahira muncul. Hari ini akan aku tutaskan, jangan sampai ia juga terus-terusan meneror Ibu. Andaikan dia menginginkan aku sebagai korban dendamnya, aku rela.
Maya Zahira sudah Nampak, dia duduk menunduk di bangku deretan belakang. Perlahan aku mendekat, lantas diam terpaku menatapnya. Dia mengangkat wajahnya dan terlihat genangan air mata di matanya yang dilingkari warna hitam.
“Kalau Ibu bersalah, aku mohon di maafkan,” ujarku degan suara gemetar.
Dia hanya terdiam menatapku.
“Kak, mau sampai kapan kau merawat dendam, bukankah itu membuatmu tidak tenang. Terkurung dalam kesepian, terluka dalam kesendirian!”
Aku melihat dia meneteskan air matanya perlahan.
“Maafkan kami Kak, kalau untuk semua itu kau inggin menyeretku untuk menyertaimu, aku rela!”
Dia perlahan mendekat, lantas tertegun memandangku dari dekat. Tangannya yang dingin mengelus lembut pipiku, “Salam buat Ibu,” ujarnya lirih dengan mata berlinang.
Aku mengangguk pelan dengan sulas senyum hangat, air mataku perlahan tumpah. Dia perlahan mundur beberapa langkah, lantas tertegun menatapku dalam-dalam. Kemudian sebuah sinar menyinarinya dan membuatnya terangkat ke langit hingga hilang dari penglihatan.
Aku hanya terdiam dalam isak yang sulit aku redakan.
******
Ada novel seru klik disini
Tidak ada komentar:
Terima kasih sudah memberikan komentar